Tuesday 11 April 2017

MENJELAJAH BANGUNAN MEGAH KOMPLEK PESANTREN BIHAARU BAHRI 'ASALI FADHAAILIR RAHMAH (Part 1)

Mengunjungi Masjid Tiban yang megah dan menawan bak arsitektur Timur Tengah tentu memiliki arti tersendiri bagi setiap pengunjung. Tak terkecuali kami saat menyaksikan langsung pesona keindahan bangunan yang berada di Jalan KH. Wahid Hasyim Gang Anggur No.10 RT 26 RW 07 Desa Sananrejo, Kecamatan Turen Kabupaten Malang Jawa Timur. 

Sebenarnya nama Mesjid Tiban hanya julukan atau sebutan warga sekitar yang tidak paham asal mula sejarah berdirinya pesantren tersebut. Kata Tiban berarti "jatuh" seolah tiba-tiba ada bangunan dengan menara menjulang tinggi dari langit. Itulah cerita yang diyakini warga sekitar untuk menggambarkan 
komplek Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah

Padahal kalau kita telusuri sejarahnya, diawali pada tahun 1963 oleh Romo Kyai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam, atau yang akrab disapa Romo Kyai Ahmad. Buktinya ijin kecamatan dan kepolisian setempat juga dilakukan pada tahun tersebut, meski kita akui ijin resmi pendirian pondok pesantren dilakukan pada tahun 2002. 



Bihaaru Bahri 'Asali Fadlaailir Rahmah 
Nama sebenarnya pesantren ini adalah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah ( atau biasa disebut dengan Bi Ba’a Fadlrah). Artinya yaitu, Segarane, Segara, Madune, Fadhole Rohmat atau makna umum luasnya lautan madu. Oleh karena itu, kami akhirnya tau bahwa Masjid Tiban hanya sebutan untuk menggambarkan kemegahan bangunan yang tanpa menggunakan alat-alat berat serta dikerjakan manual oleh para santrinya.

Santri-santrinya pun bukan santri biasa, rata-rata santrinya tua-tua atau sudah punya keluarga. Ada juga sebagian santri yang masih belum berkeluarga. Khusus yang berkeluarga rata-rata mereka difasilitasi kios yang berada di lantai 8 untuk kegiatan keberlangsungan hidup di pesantren. Walaupun sebenarnya juga di pondok pesantren tersedia untuk makan sehari-hari. 

Hebatnya lagi, santri-santri di sana sebenarnya tidak gratis dan juga tidak ada ketentuan pembayaran minimal dan maksimal, apalagi uang pangkal dan sebagainya. Mereka sesuai kemampaun ekonominya dan kalau memang tidak punya tetap bisa menjadi santri. Jadi itulah diantara keunikan menjadi santrai salafiyah di Sananrejo, Turen Malang ini.   




Tujuan Mendirikan Bangunan

Sebelum menelusuri lebih jauh tentang bangunan, kita perlu tau tentang maksud tujuan didirikannya pondok pesantren di Turen Malang ini. Sebagaimana penuturan Gus Kisyanto bahwa pembangunan bertujuan untuk pembenahan akhlak secara menyeluruh, sebagai sarana pembersihan hati dan menciptakan perdamaian dunia. 

“Kalau hatinya sudah bersih dan damai, maka orang akan lebih cinta kepada Allah SWT, yang ditandai dengan perilaku kasih sayang terhadap sesama makhluk. Dan hal itu terbukti. Ketika ditanyakan kepada kebanyakan pengunjung yang datang, jawaban yang mereka berikan adalah, hati mereka merasa damai, bahagia, tenang, tenteram dan bisa merasakan hilangnya penyakit-penyakit hati. Bahkan, banyak yang mengaku, bahwa mereka belum pernah merasakan perasaan yang seperti ini sebelumnya. Selain itu, tidak sedikit orang yang mengaku, setelah datang ke pondok, penyakit jasmaninya menjadi sembuh," demikian cerita Gus Kis.

Untuk mencapai hal tersebut, dalam konsep pembangunan di pondok ini, Romo Kyai selalu memperhatikan semua unsur kehidupan yang ada di dalam pondok. Soal ornamen yang bernilai seni tinggi, warna-warna yang sejuk dan penuh dengan keseimbangan dengan kehidupan manusia. Tak heran setiap pengunjung merasa senang, damai dan betah untuk berlama-lama di pondok salaf ini. Bagitu juga dengan kami bersama rombongan, berkeliling hingga lantai 10 pun tidak merasa lelah dan suasana hati menjadi tenang damai. 





Konsep Bangunan Pesantren
Untuk konsep pembangunan pondok ini dilakukan atas dasar fungsi, yang termasuk di dalamnya adalah: kuat, cepat, tepat, hemat dan indah. Yaitu, kuat dalam konstruksi, cepat dalam arti segera dilaksanakan, dan tepat waktu dalam penyelesaian, tepat dalam ukuran dan takaran, tepat dalam teknis dan sasaran, efektif dan efisien dalam pemakaian bahan serta bersih, rapi dan indah. 

Jika dibangun atas dasar fungsi tersebut, maka otomatis variable yang lain sudah termasuk di dalamnya. Untuk fungsi itulah, makanya bangunan di pondok ini, tidak ada yang sama antara satu tempat dengan tempat lainnya.


“Karena masing-masing fungsi memang tidaklah sama. Jadi, konsep pembangunan pondok ini, sesungguhnya berjalan atas kehendak Allah. Sedang yang menjadi arsiteknya adalah Romo Kyai. Jadi, Romo Kyai tidak pernah meniru atau mencontoh konsep pembangunan di tempat lain untuk dipakai di sini. Karena memang fungsinya tidak sama,” lanju Gus Kis.


Bahkan pihaknya tidak tahu bagaimana akhir dari proses pembangunan pondok ini. Contoh, menurut Gus Kis, di sebelah musholla itu ada kubah. Padahal, ketika tahun 1992 lalu, bangunan itu merupakan bangunan paling besar dan megah. Namun, sekarang, kubah tersebut malah jadi tiang saja. “Romo Kyai sendiri pernah bilang, jika memang ada dana trilyunan, maka semua ruangan yang sekarang ini, hanya akan menjadi tiang saja nantinya,” pungkasnya.  




Mengutamakan Fungsi
Yang paling penting, beliau Romo Kiai berprinsip mengutamakan fungsi, kemudian keindahannya. Kalau fungsi pasti bagus atau indah, sedangkan bagus dan indah, belum tentu fungsi. 

Satu hal juga yang menjadi catatan dari pengasuh, pemiliki sekaligus arsitek Pondok Pesantren tidak pernah risau dengan penilaian negatif dari masyarakat yang berkembang selama ini, pihak pondok tetap berusaha meluruskannya. 

“Bagi beliau sendiri, adanya isu negatif itu justru dijadikan sebagai bahan koreksi ke dalam (intropeksi diri). Apakah pondok kurang bersih, atau karena lainnya? Beliau tidak pernah menyalahkan sikap orang lain kepada pondok,” cerita panjang lebar Gus Kis. Yang jelas, prinsipnya, Romo Kyai tidak pernah menyalahkan siapapun. Semua dikembalikan kepada diri sendiri.








0 comments:

Post a Comment